Ayam
Pelung merupakan ayam peliharaan asal Cianjur, sejenis ayam
asli Indonesia dengan tiga sifat genetik, yaitu suara
berkokok yang panjang mengalun, pertumbuhannya cepat dan
postur badannya yang besar. Secara fisik, ayam yang menjadi
ciri khas Cianjur ini memang terkesan besar, beratnya saja bisa mencapai
5-6 kg untuk ayam jantan dewasa dan tingginya antara 40
sampai 50 centimeter.
Dengan kelebihan itulah ayam pelung sering dijadikan arena
kontes untuk dinilai, baik dari bentuk, warna dan suaranya.
Pada mulanya kontes ini diselenggarakan antar teman yang
sama-sama penggemar ayam pelung. Dahulu ajang ini disebut
kongkur (conqour) dan sampai sekarang sebutan tersebut masih
sering dipakai.
Kongkur biasanya diadakan antara bulan April sampai Juni dan
diadakan di lapangan yang luas dan rimbun dari pepohonan
serta tidak berisik. Biasanya setiap penyelenggaraan kongkur
selalu ramai disaksikan oleh penduduk setempat. Kriterian
penilaian mulai dari kesehatan, bentuk, umur, dan suara.
Secara fisik ayam pelung tidak terlalu beda dengan ayam
kampung biasa, yang menjadi ciri khas dan keunikan ayam pelung
ini adalah suara berkokoknya. Bila ayam ini dirawat dan dilatih
dengan baik, maka akan menghasilkan suara berkokoknya yang
begitu merdu didengar. Ada yang berkokok dengan suara yang
panjang, ada yang berirama dan ada juga yang bersuara unik
di tengah kukurannya, contohnya “ela-elu-ela” “oooooook”
Kelebihan inilah yang menjadikan ayam pelung dikenal banyak
orang, bahkan sampai keluar negeri. Untuk itulah, guna
melestarikan dan mengangkat nama ayam pelung ini serta untuk
memberikan daya tarik daerah, setiap tahun diadakan kontes
ayam pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung
se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam pelung terbaik yang
menjadi juara kontes harganya bisa mencapai jutaan rupiah.
Sejarah Ayam Pelung
Ada dua pendapat yang menyatakan tentang asal muasal dari
ayam pelung ini. Pertama, ayam pelung mulai dipelihara dan
dikembang biakan pada tahun 1850 oleh seorang Kiai bernama H.
Djarkasih, seorang penduduk Desa Bunikasih, Kecamatan
Warung Kondang. Suatu ketika ia bermimpi bertemu dengan
Eyang Suryakancana, yang merupakan putera Bupati Cianjur pertama.
Dalam mimpi tersebut H. Djarkasih disuruh Eyang Suryakancana
mengambil seekor ayam jantan yang disimpan di suatu tempat.
Keesokan harinya saat sedang mencangkul di kebun, ia
menemukan seekor anak ayam jantan yang besar dan tinggi.
Kemudian ayam itu dipelihara dan setahun kemudian kokoknya
terdengar enak dan berirama merdu.
Pendapat yang kedua, menyatakan bahwa pada 1940 seorang
penduduk Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang yang bernama
H. Kosim sedang bertamu kepada Gurunya. Saat itulah ia
melihat seekor ayam betina sedang bersama anak-anaknya. Salah
satu anak ayam tersebut terlihat berbeda, terlihat lebih
besar, tinggi dan berbulu jarang. Kemudian ayam tersebut dipelihara
dan dirawat dengan baik sehingga menghasilkan suara yang merdu.
Kini ayam pelung sudah banyak dikembangbiakkan di daerah
pedesaan di Cianjur. Untuk mendapatkan bibit ayam ini bisa
datang ke Kecamatan Warungkondang, Pacet, Cugenang, Cianjur
dan Cempaka. Sedangkan untuk mendapatkan ayam pelung yang
sudah menghasilkan suara bagus, Anda harus merogoh kocek
lumayan besar, karena harganya bisa mencapai 10-20 juta per ekor.
Sedangkan untuk ayam betinanya yang masih berproduksi
bernilai 500 ribu sampai 800 ribu. Harga yang tidak murah
bila dibandingkan dengan ayam biasa. Tapi bagi yang hobi dan
mencintai keunikan, harga ayam pelung ini sudah sebanding
dengan kelebihannya.
Sumber:
http://www.puncakview.com
1 komentar:
http://ayampelungjakarta.blogspot.com semangat terus plungers jakarta..
Posting Komentar